Buka Dunia Dengan Membaca, Membaca, dan Membaca
Berhasil Karena Pantang Menyerah

Aku dan Aku Junior

Selamat Datang

Selamat Datang di Blog Pribadi koe. Silahkan baca dan manfaatkan apa yang ada didalamnya

Resources

Twitter

Follow cpsuroso on Twitter

Pages

Powered By Blogger
Mr. Cepe &. Powered by Blogger.

Tentang Aku

My photo
Saya adalah seorang guru swasta yang mempunyai cita-cita dan harapan tinggi walaupun sampai saat ini belum bisa saya wujudkan. Menghubungiku cukup phone 081326757989 okeeeyyy..

Pengikut

Friday, June 29, 2007

Dilema Pendidikan Kita

Ceket P. Suroso
Praktisi Pendidikan, Masyarakat Peduli dan Prihatin Pendidikan Indonesia (MP3I)


“Sudah cari sekolah sulit…. Sudah dapat mbayarnya mahal… eehhh untuk luluspun sukarnya bukan main, begitu lulus cari kerja…….. minta ampun”

Begitu komentar seorang sopir bus jurusan Solo – Yogja ketika saya jadi penumpang dalam perjalanan menuju ke sekolah untuk tugas mulia sebagai …. Guru.

Mencermati, mengamati dan lebih penting lagi ikut terlibat (tidak hanya komentator) dalam proses pendidikan di Indonesia ini bagaikan melihat dan merasakan luka dan borok-borok yang ada di sekujur badan kita. Betapa tidak ….

Pertama kali menjadi seorang guru, saya sangat tercengang ketika harus memberikan penilaian yang diluar kemampuan dari siswa (ngatrol nilai) baik nilai harian, mid semester, semester atau bahkan nilai raport. Sudah bukan hal yang baru lagi ketika seorang guru yang melekat padanya sifat-sifat mulia (jujur, baik hati, pemaaf, dll) harus menipu diri, siswa, orangtua dan bahkan masyarakat dengan memberikan penilaian bukan apa adanya tetapi ada apanya. Sebuah regulasi yang sangat tidak sesuai dengan jiwa pendidikan itu sendiri. Kenapa regulasi ?? Karena itu semua dilakukan atas perintah dari atasan, baik kepala sekolah, dinas pendidikan dan seterusnya ke atas sampai di tingkat menteri.

Kemudian, dalam Undang-Undang Dasar di sebutkan : Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, Amanat 20 % anggaran APBN untuk pendidikan, bila dikorelasikan dengan fakta dan data baik dari pihak eksekutif maupun legislatif sama sekali belum/tidak berkeinginan untuk merealisasikannya, yang kalau mau untuk melaksanakan sebenarnya sangat mudah, apalagi Mahkamah Konstitusi juga sudah memenangkan gugatan agar pemerintah segera melaksanakan 20% anggaran pendidikan amanat Undang-undang Dasar tersebut. Kenapa sangat mudah….. bukankah mengatur anggaran itu sulit luar biasa, kalau pendidikan 20 %, bagaimana yang lainnya?? Departemen atau dinas yang lain dapat apa??? Bagaimana penyalurannya??? Begitu biasanya seorang pejabat atau decision maker memberi argumen. Menurut saya itu adalah kata-kata dari sikap pesimistis yang melanda bangsa ini, begitu parahnya mental kita sehingga untuk berkata aku bisaaaaaa…..!!!! sangat sulit.

Dalam hal kebijakan, kita bisa lihat kurikulum yang selalu berubah dengan perubahan yang luar biasa. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang bahkan belum sempat ditandatangani Bapak Menteri (walau sudah disosialisasikan) diganti oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sering diplesetkan Kurikulum Tak Siap Pakai. Yang memang akan sulit diterapkan oleh satuan pendidikan bila kaki kanan dibiarkan berjalan tapi kaki kirinya di gendoli. Kurikulum yang pada dasarnya memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada Satuan Pendidikan (sekolah) untuk merancangnya, di sisi lain harus mengikuti instruksi/petunjuk/juklak/juknis dari pusat berkaitan dengannya.
Masih berkaitan dengan kebijakan, Ujian Nasional (UAN) yang dilaksanakan dengan memberikan prioritas hanya kepada 3 mapel (Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia) dengan meninggalkan yang lain, sungguh suatu kebijakan yang sangat parsial, kolot dan tidak masuk akal. Dari sisi tujuan pendidikan saja kita analisis, akan kita dapati rusaknya model UAN ini, belum dari sisi-sisi yang lain. Tujuan pendidikan kita adalah membentuk pribadi seutuhnya, jasmani dan rohani, material dan spiritual. Dari ini saja terlihat bahwa UAN hanya mementingkan aspek jasmani/kognitif/logika saja, sedang aspek rasa, afeksi, attitude, dll di buang.

Akhirnya, memang kita sadari dengan sepenuhnya bahwa sangat layak indonesia belum bisa maju dan mungkin tidak akan maju seperti negara lain, jika kita terus seperti ini atau jika tidak ada perubahan yang radikal, fundamental, ekstrim atau istilah-istilah lain yang semakna dengannya. Semoga segera ada radikalisasi pendidikan kita demi tercapainya tujuan pendidikan kita. Amin…..

(Solo, 27 Juni 2007 Jam 21.45)

Tutorial Blog

Barter Link


Reader Community

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra